Langsung ke konten utama

Postingan

Lembar Terakhir

Hari ini tiba, Hari di mana aku harus benar-benar lupa akan ingatan tentang kamu seutuhnya. Maaf untuk bagian terburuk yang aku ciptakan dari perjalanan indahmu itu.  Cerita ini sudah sampai di halaman terakhir, ternyata. Nyatanya aku yang kalah. Kamu pemenangnya. Akan selalu seperti itu.  Pergi tanpa pamit dan tidak meninggalkan sepatah kata untukku. Kamu pergi dalam diam seakan aku memang tak pernah menjadi bagian kecil itu. Seakan memang tak pernah ada aku dari tawamu yang banyak itu. Bisa, ya, batinku. Katamu aku satu-satunya yang kau ceritakan dalam hari-harimu itu. Katamu aku satu-satunya yang menjadi bagian penting itu. Dusta, kamu berdusta.
Postingan terbaru

Jakarta

 Apa kabar? Esok aku berangkat. Pergi meninggalkan kota ini. Jakarta. I want to see you, again. Untuk terakhir kali yang mungkin, kita nggak akan ketemu lagi. Aku sudah kirim pesan ke kamu. Aku bilang, aku berangkat besok. maaf ya kalau aku banyak salahnya. Kamu bilang, santai, tidak usah dipikirkan lagi. Aku menghela napas. Rasa-rasanya memang tidak pernah aku yang ada di hatimu. Rasa-rasanya berat sekali kamu mengucapkan hati-hati untukku terakhir kali. Baik, aku memang tidak pernah ada di sana. Tidak pernah kau anggap menjadi bagian hidupmu yang hebat itu.  Sebelum pukul tujuh

Tidak Ada Kita

Tentang kita,  Tentang bagaimana kita pernah saling mengasihi dengan tulus. Dengan tawa yang seakan tak pernah padam di setiap obrolan.  Tentang bagaimana kamu sebagai tokoh utama dalam cerita ini, yang ingin segera mengakhirinya.  Tentang aku, sebagai tokoh pendamping dibalik layar yang tak pernah kau ceritakan dalam bagian perjalanan hebatmu itu. “Aku bersyukur atas ini,” ucapmu seraya tersenyum atas apa yang kamu dapatkan. “Aku ikut gembira,” ucapku yang takkan pernah kamu dengar. Kamu tahu, kamu tahu siapa aku. Aku adalah bagian sedetik dalam perjalanan tidak pernah terciptanya kata kita dalam cerita ini. Benar sekali, kamu benar. Tidak pernah ada kata kita barang sedetik waktu berjalan. Sabtu 

Kamu & Rencana

Jakarta  Dalam rancanganmu tentang masa depan aku melihat binar itu kembali menyala. Melihatnya bersinar dengan terang seakan berbicara, "Iya, aku akan terus berjalan." Dalam rancanganmu tentang masa depan aku melihat tawa. Aku melihat senyum itu kembali merekah. Dengan sempurna, dengan jelas. Tapi, apakah kau lupa? Apakah kau lupa tentang jurang yang telah kita lewati itu? Tentang bagaimana kita selalu menguatkan seraya berkata, "Kita pasti bisa, dan kamu akan terus disamping ku." Lupa, kau lupa. Kau tidak mengajakku dalam perjalanan hebatmu itu di masa depan. Menyedihkan sekali